A
B
C
D
E
F sampai Z
Aku menulis
1
2
3
4
5 sampai 10
Aku menulis
A
K
U
M
E
N
U
L
I
S
Aku tidak menulis
Aku tidak menulis A sampai Z
1 sampai 10, dan yang lain
Hambar, begitu yang kurasa
Tak ada asin, manis atau asam
Hanya saja aku ingin menghapusnya
Aku rasa yang baru saja ku tulis salah
I fail better
Mungkin akan lebih baik kalau ku cobanya lagi
Label: Bersama hari
Label: Bersama hari
Rajungan Pemimpi untuk si Coklat
Semburat jingga nampak jelas di kebun jagung sebelah rumah. Sinarnya menerobos bunga-bunga jagung menerangi rombongan semut yang mungkin sedang gerak jalan di tembok putih rumahku. Entah yang terfikir oleh mereka, masih saja jalan bersama sampai sesore ini. Terserah. Hanya saja gelembung-gelembung tiga dimensi raut muka anak sepuluh tahun itu asik menghiasi otakku, menetap lama disini. Kenapa kufikirkan?
Lampu jalan telah menyala 2 jam lalu, tepat saat ini 19.00 WIB. Walaupun tempat tinggal ku tidak di bagian barat tapi detik ini sudah waktuku untuk sholat isya. Sembari berwudhu, sempat terlintas di cerebrum ku, “Apa anak itu sudah sholat?”. Entah. Ku lanjutkan aktifitas ku, usai sholat aku mengerjakan PR akuntansi yang cukup membuatku teler. Aku teler dengan laba perusahaan, aku teler dengan biaya di bayar di muka ataupun utang perusahaan. Sekiranya aku sadar bahwa tak satupun perusahaan yang aku miliki. Aku masih berputar putar dengan akuntansi, karena saja jika tak kukerjakan besuk aku tak dapat lari dari Bu Mulyani. Guru perempuan terhebat dengan kerudung coklat andalannya. Duuarr. . . aku teringat coklat, iya kaos coklat. Anak kecil itu.
“ku jadi selingkuh karna kau selingkuh, biar sama sama kita selingkuh. Ho oo. .”
Melodi yang tak cukup bagus langsung menancap dan terjun bebas ke fikiranku. Coklat. Ya sudah lah, aku sudah terlalu teler. Ku putuskan untuk tidur.
-
04.30. Ayam jantan laknat itu membangunkanku. Awas saja idul adha nanti, tusuk bambu eyangku siap mencabikmu. Dendamku pada si ayam sedikit mereda setelah kumandang adzan subuh meraung keras menubruk gendang telingaku. Segera aku mengambil air wudhu dan sembahyang.
05.35. Rapi dan apik. Berkepang dua dengan pita biru untuk hari kamis ini. Aku siap berangkat
“Wooeng. . tdin din. . . . Saraya Saraya. .”. Aku bergegas naik. Dan seperti biasa, pojok kanan belakang, duduk manis. Dingin dan berkabut sepanjang jalan. Terlintas dingin, “Apa pagi ini dia juga merasakan dingin?”. Hmm.
Di kilometer 17. Aku melihat nya. Iya, aku melihatnya. Kabut tebal dikaca bis mini yang ku tumpangi tak menutupinya. Dia terlihat. Hitam kulitnya sedikit menghapus kontras dengan kabut putih. Dia masih tertidur di depan toko besi sebelah gang Girianyar. Mungkin malam tadi dia tak sempat pulang. Dan aku tahu lembaran kardus bekas mengurangi rasa dinginnya. Kaos oblong yang dipakainya hari ini sangat bisa ku tebak, coklat “ To be The Winner”. Tepat dipakainya selasa lalu. Walaupun tidak menjadi The Winner setidaknya dia telah menjadi pemenang untuk hidupnya sendiri.
Kosong enam dua lima aku sampai di sekolah. 30menit perjalanan cukup membuatku ingin segera berbincang, karena selama itu juga aku hanya diam. Kelas masih sepi, diam ku bertambah 8menit.
“Assalamualaikum. . .”, sapaan merdu dari seorang teman kelasku dengan not yang cukup tinggi dan terkesan diseret-seret.
“Waalaikumsalam. . .”, jawabku dengan nada yang terseret pula.
“Harian nggak, Ta?”
“Enggak. . “, jawabku
7 detik kemudian, teman-teman kelasku yang lain datang dengan berbagai ekspresi dan sapaan variasi seretannya masing-masing. Kelas mulai gaduh.
Dum, dum. . Tteeeeet et. . . suara itu nyaring terdengar, suara akibat tekanan jari telunjuk guru piket yang kesal dengan anak-anak berandal menginginkan kami segera masuk ke ruang segiempat yang kami huni 10 jam setiap harinya. Bu Mul masuk kelas dan lets pray together.
“Selamat pagi. 10C?”, tanyanya mengawali pembelajaran
“Iya. .”, jawab kami serentak
Coklat !. “Apa dia sudah bangun ya? Sudah ganti baju?”.
“Meta. . . Meta Ardhina H !”, panggil bu Mul
“Hoe. . Hendrawan !”, anak-anak Pasaraya itu menyoraki ku.
Taarrr. . Aku tersadar dari lamunan.
“Iya, bu. . Saya.”
“Kerjaan kamu mana?”, tanyanya.
Ku serahkan PR ku pada seorang yang selalu mengingatkan ku akan coklat, 6meter di depan ku. Walau sempat terseok saat kedepan, tapi coretan bolpoint biru meliuk membentuk angka 9 dan 8 di pojok kanan lembar kerjaanku. Cukup terbalaskan telerku semalam, Alhamdulillah.
Jam ke 1 usai.
Jam ke 2, 3 Malacostraca tak masuk otakku. Hanya coklat.
Jam ke 4, 5
Jam ke 6,7,8 “blass” begitu temanku bilang. Dan lagi hanya coklat.
Jam ke 9,10 alkuna masih mau singgah. Tapi terlintas coklat. Aku pulang, 14.00.
Mesin bis min tua dengan bunyi, deg, edeg edeg. . ngoooooeeeng. . dug dug, deg edeg. . cukup membuatku berajeb-ajeb, menggerakkan roda-roda penopangnya dan berjalan. Baru 1km clubing siang ku terhenti ketika muncul asap putih dari belakang tempat duduk pak sopir. Bis berhenti. Aku turun, berdiri di pinggiran jalan seperti pengemis yang lunglai 2 minggu tidak makan setelah banjir bandang meluluhkan rumah dan hartanya yang untuk makan.
“Biar ku putuskan saja. . ku tak mau hatiku terluka. . . lebih baik ku putuskan saja. Cari pacar lagi. . . jeng jeng jeng jeng jeng jeng”
Aku mendengar melodi yang tak cukup bagus yang juga ku dengar kemarin, hanya saja bukan lagu ini. Aku memutarkan kepalaku 120’, yang tak kusadari pinggangku juga ikut berputar dan itu membuatku sakit.
Anak kecil berambut ikal yang tadi pagi berbaju coklat. Hidungnya pesek. Tersentak aku tahu bahwa giginya hitam sebagian depan atas, aku mengetahui saat dia meringis mengakhiri lagunya. Aku tersenyum. Selembar kertas begambar Imam Bonjol kuberikan.
-“Makasih mbak. .” katanya
“Iya. . Sini sebentar”, suruhku. Dia duduk di sebelahku, masih di pinggir jalan. Sekarang ada 2 pengemis kelaparan minta makan.
“Kelas berapa?”
-“Udah lulus mbak.”, guraunya
Aku mengerti, dia lulus dari PRnya. Tak ada lagi PR untuknya
“Pengennya jadi apa kalau udah nggak gigis lagi?”
-“Gigis-gigis begini 10 tahun lagi aku keliling Andromeda mbak, buat apartement pribadi di Saturnus, nggak ada lagi pengamen tidur di jalanan, semua udah di apartementku. Buat mall bertingkat di Uranus, buat kantor KPK di Jupiter, bikin pasukan tentara tak tertandingi, alien-alien aku kumpulin terus aku suruh masuk akademi kalau udah hebat aku suruh jaga negaraku ini. Pengen renang? aku udah buat di Bulan”
“Waah keren ya. . nanti mampir ke rumahku ya kalau lewat mars !”
-“Ahhaha. . .”
3menit 2detik aku menyudahi suara drakulanya. Aku tak kuat melihat mulutnya menganga dengan pagar hitam tandus berjejer berantakan, parah.
“Hmm. .”. Ku sodorkan buku yang dari kemarin memang sengaja ku bawa. Buku karangan Andrea Himawan dengan tulisan biru tebal di kovernya, aku harap dia nanti bisa membaca bahwa itu berbunyi “Rajungan Pemimpi”. Dia tampak bingung.
-“Buat apa mbak?”
“Kalau kau nanti pengen beli roket buat ke Andromeda di warung dekat perempatan situ, tukarkan buku itu”
`”makasih mbak.”, dia berlari ke arah temannya, tepat di seberang.
Mesin tua tadi sudah berbunyi. Akan ku lanjutkan clubingku sampai 17km lagi. Semangat ! Aku tersenyum.
Siapa namanya?
Hwaaaaaaa. . .
Label: Ku suka